![]() |
| Presiden Yoon Suk Yeol resmi cabut status darurat militer Korea Selatan. (via REUTERS/The Presidential Office) |
Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, secara resmi mencabut status darurat militer yang sebelumnya diberlakukan pada Selasa (3/12) malam. Keputusan pencabutan ini diambil hanya dalam waktu kurang dari 12 jam, menyusul tekanan dari Majelis Nasional yang dikuasai partai oposisi. Pengumuman tersebut disampaikan oleh Yoon dalam rapat kabinet darurat pada Rabu (4/12), di mana hasil voting Majelis Nasional yang menolak status darurat militer juga disahkan.
Status Darurat yang Kontroversial
Status darurat militer diumumkan Yoon pada Selasa malam pukul 22.00 waktu setempat dan mulai berlaku satu jam kemudian, tepatnya pukul 23.00. Dalam pidato yang disiarkan di televisi nasional, Yoon menyebut adanya "kekuatan anti-negara" yang mengancam demokrasi dan kebahagiaan rakyat Korea Selatan. Ia juga mengaitkan ancaman tersebut dengan komunis Korea Utara yang dinilainya sebagai bahaya besar bagi negara.
Namun, yang mengejutkan banyak pihak adalah fokus Yoon yang justru lebih banyak membahas masalah politik domestik. Dalam pidatonya, ia menuduh Majelis Nasional—yang saat ini didominasi oleh partai oposisi—sebagai "kekuatan anti-negara" dan "sarang penjahat". Yoon bahkan menyebut para legislator oposisi sebagai "diktator" yang merusak tatanan demokrasi dan melemahkan fungsi pemerintahan.
Yoon mengkritik tajam keputusan Majelis Nasional yang memangkas anggaran untuk program-program penting, seperti pemberantasan narkoba dan peningkatan keamanan publik. Ia juga menuding parlemen sengaja menghambat kinerja peradilan dan administrasi negara, sehingga situasi semakin tegang di tengah masyarakat.
Respon Cepat dari Parlemen dan Publik
Deklarasi darurat militer ini memicu reaksi keras, baik dari parlemen maupun masyarakat. Tidak lama setelah status itu diberlakukan, sekitar 190 anggota Majelis Nasional berkumpul di gedung parlemen untuk menggelar sidang pleno darurat. Dalam voting yang dilakukan dini hari, mayoritas anggota parlemen sepakat menolak status darurat militer dan mendesak Presiden Yoon untuk segera mencabutnya.
Di luar gedung Majelis Nasional, ribuan warga turun ke jalan menggelar protes. Mereka menuntut perlindungan terhadap demokrasi dan meminta parlemen segera mengambil langkah hukum untuk memakzulkan Yoon. Demonstran juga menuduh Presiden menggunakan status darurat militer sebagai alat politik untuk menyerang oposisi dan mempertahankan kekuasaannya.
Tonton video berikut: Klik disini!
Menyisakan Polemik
Meski status darurat militer telah dicabut, keputusan Yoon ini meninggalkan polemik besar di Korea Selatan. Beberapa analis politik menyebut langkah Yoon sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang berpotensi merusak stabilitas demokrasi di negara tersebut.
Sementara itu, oposisi terus mendesak penyelidikan lebih lanjut terkait tindakan Yoon, termasuk kemungkinan memulai proses pemakzulan. Dengan situasi politik yang semakin memanas, keputusan Yoon ini diperkirakan akan menjadi isu besar dalam politik Korea Selatan selama beberapa bulan ke depan.
Pandangan Media dan Pakar Internasional
Sejumlah media lokal menilai tindakan Yoon menunjukkan tanda-tanda otoritarianisme. Pakar hubungan internasional juga memperingatkan bahwa retorika Yoon yang menyebut ancaman dari Korea Utara, tetapi fokus menyerang lawan politik domestik, dapat melemahkan kredibilitas Korea Selatan di mata dunia.
Dengan langkah kontroversial ini, Yoon kini berada dalam tekanan politik yang berat, baik dari oposisi, masyarakat, maupun komunitas internasional. Upaya untuk memulihkan kepercayaan publik dan stabilitas politik menjadi tantangan besar bagi pemerintahannya ke depan.
Baca juga: Kenangan Manis Taehyung BTS dan Yeontan yang Menginspirasi Dunia

0 comments:
Post a Comment